Judul Buku: Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris;
MADURA 1850–1940.
Judul Asli: Social Change in An Agrarian Society;
Madura, 1850–1940
Penulis: Prof. Dr. Kuntowijoyo
Penerjemah: Machmoed Effendhie dan Punang Amariapuja
Penerbit: IRCiSoD
Tahun Terbit: Juli 2017 (Cetakan Pertama)
Tebal Buku: 718 hlm + xxiv
Ukuran: 14 x 20 cm
ISBN: 978-602-7696-34-1
Sebagaimana
gerakan, entah itu bergerak pada dirinya sendiri, atau bergerak sebab dipengaruhi
oleh gerakan lain, ataupun bergerak guna memengaruhi benda bergerak yang lain,
atau sebagaimana pula sistem jagat yang memang bergerak sedemikian; peradaban—sistem
kemasyarakatan—yang merupakan bagian tak terpisahkan dari sistem jagat
tersebut, pun mengalami suatu gerakan. Gerakan-gerakan dalam peradaban tersebut
tentu berkaitan erat dengan beberapa hal yang juga tumbuh bersamanya, yang di
antaranya ialah perihal ekologis yang menjadi awal dari keberlangsungan
peradaban, perihal sosial yang menjadi tahap perkembangannya, serta
keagamaan—atau sebutlah spiritual—yang mau tidak mau justru sangat memengaruhi
segala gerakan pada perkembangan suatu peradaban.
Kita tentu
telah mengetahui bahwa pada awalnya, manusia mampu membangun peradaban dengan
sistem perekonomian yang adiluhung: barter. Kami sebut adiluhung sebab dalam
sistem tersebut, segala yang dipunyai oleh manusia ketika itu amatlah dihargai,
alias tidak ada yang tidak berharga. Manusia menghargai setumpuk batu sehingga
dapat ditukar dengan sepiring makanan yang nikmat. Begitu pula, manusia pun
menghargai kemampuan memotong rumput sehingga dapat ditukar dengan perbaikan
pakaian yang koyak. Namun, hal yang seperti itu hanya berlaku sebelum gerakan
peradaban kian jelas dilihat sebagaimana sekarang.
Sejak gerakan
peradaban tersebut kian terlihat, yang mengubah sistem perekonomian barter
menjadi sistem keuangan modern, sedikit banyak pun telah mengikis nilai
penghargaan manusia pada segala yang dimilikinya. Maksudnya, sejak manusia
bersepakat bahwa alat tukar yang sah digunakan untuk menukar segala keperluan
adalah sesuatu yang kita sebut “uang” itu, penghargaan kita pada sekarung batu
ataupun pada keahlian merapikan halaman menjadi berkurang dan bahkan hilang
sama sekali. Sebab, meski kita memang mempunyai kedua hal tersebut, jika uang
yang menjadi alat tukar yang sah tak kita punyai, maka kita tetap tak bisa
menggunakannya untuk menukar dengan sesuatu yang kita butuhkan: sandang,
pangan, dan papan.
Dan, gerakan
peradaban yang seperti itu merupakan suatu yang niscaya saja, yang termasuk
pula gerakan Madura, meski dengan bentuk dan penyajian yang berbeda.
Kuntowijoyo, yang memang intens mengkaji perihal Madura ini, mengungkapkan
dengan amat detail mengenai gerakan-gerakan tersebut di Madura, baik gerakan
pada dirinya sendiri, gerakan karena terpengaruh oleh gerakan lain, maupun
gerakan yang justru memengaruhi hal lain untuk turut bergerak.
Artinya,
gerakan-gerakan yang terjadi pada diri “Madura” ini diuraikan oleh Pak Kunto
melalui kajian Ekologis sebagaimana ada pada bab dua, yang menguraikan mengenai
kondisi tanah dan air dari Madura itu sendiri. Tentu, dalam masa-masa tertentu,
kondisi tanah dan air di suatu tempat akan mengalami suatu gerakan, dan tentu
tidak terkecuali pada kondisi di Madura, yang turut pula mengubah masyarakatnya.
Kemudian, gerakan Madura yang terjadi karena terpengaruh oleh gerakan lain pun
diuraikan melalui pembahasan dalam bab Organisasi Sosial dan Kelas-Kelas
Negara, karena memang hal tersebut terjadi karena berkaitan dengan campur
tangan kolonialisme, yang imbasnya banyak mengubah sistem sosial kemasyarakatan
di Madura.
Puncaknya,
gerakan dari dalam Madura yang justru dapat memengaruhi hal lain agar turut
bergerak pula, dijelaskan oleh Pak Kunto melalui contoh spirit keagamaan
seperti kiai, yang ternyata mampu menggerakkan hal-hal lain semisal mobilisasi
petani maupun yang lainnya. Dan, hal tersebut pun ternyata banyak pula terjadi
pada masa-masa sekarang, bahwa biar bagaimanapun, sisi spiritualitas amatlah
mampu untuk mendorong satu gerakan lain yang amat besar.
Akan tetapi,
lebih dari itu, karya Prof. Kuntowijoyo mengenai Madura ini bukanlah suatu
penghakiman bahwa gerakan yang terjadi dalam diri Madura adalah suatu hal yang
baik ataupun buruk. Gerakan adalah gerakan, tidak lebih dari itu, karena hal
tersebut merupakan suatu yang niscaya dan memang tidak bisa dihindari. Hal yang
perlu untuk kita perhatikan sebagai pembaca, apalagi pembaca sejarah, ialah
mengkaji segala gerakan yang ada tersebut, sehingga menemukan suatu
pembelajaran yang tentu akan sangat bermanfaat dalam rangka menyikapi setiap
gerakan yang akan selalu ada, tanpa ada penghakiman apa pun padanya.
Sehingga, dalam
rangka memampukan diri untuk tetap bijak dalam menyikapi setiap gerakan dalam
peradaban—masyarakat—yang tentu akan selalu ada, serta untuk menumbuhkan
wawasan kultural-historis yang mendalam mengenai kekhasan Madura, yang tentu
berbeda dengan daerah lainnya, membaca buku Perubahan Sosial dalam
Masyarakat Agraris; MADURA 1850–1940 karya Prof. Dr. Kuntowijoyo merupakan
suatu keharusan.