Kita adalah kanibal. Kita saling menikmati satu
sama lain. Seperti lumrahnya kita, pasti selalu ada yang kita suka untuk
dinikmati, ada pula yang kita biasa saja untuk dinikmati, dan ada pula yang
kita tidak suka untuk dinikmati. Seperti biasanya sebagian kita menyukai daging
untuk dinikmati tapi tidak untuk pare. Atau mungkin sebagian lain dari kita
lebih menyukai bakmi untuk dinikmati tapi tidak untuk telor dadar. Seperti
itulah kita. Kita dapat menikmati satu sama lain seperti dapatnya kita
menikmati itu semua. Kita dapat mencumbui satu sama lain selama kita memang
suka.
Pada umur-umur tertentu, biasanya pada awal
kelahiran kita, hampir semua dari kita hanya mau menikmati apa yang kita suka.
Kalau tidak itu, kita mungkin tidak akan menikmatinya sekalipun sebenarnya
lebih baik daripada yang kita suka. Aku suka mobil tamiya berwarna merah,
ketika kecil. Maka sekalipun bapakku membelikan tamiya yang lebih bagus dengan
sedikit saja corak yang tidak sesuai dengan kesukaanku, aku akan marah dan
menolak semua pemberian itu.
Lalu perlahan kita mengenali begitu banyak
kemungkinan tentang apa yang kita suka dan kita tidak suka. Kita mulai
menyadari bahwa kita suka atau tidak suka, sebenarnya kita bisa saja untuk
menikmatinya. Kita menyadari bahwa meskipun kita tidak menyukai telor dadar,
sebenarnya kita tetap bisa menikmati telor dadar itu senikmat menikmati bakmi
meskipun rasanya tetap saja tidak sama. Pemahaman kita semakin baik perihal
dikotomi suka dan tidak suka itu. Kita meyakini semuanya sama saja. Selama kita
memang bisa menikmatinya, sekalipun suka ataupun tidak suka, kita tetap bisa
menerimanya dan menikmatinya dengan penuh totalitas.
Kita pasti masih ingat kesukaan masing-masing. Aku
suka semur jengkol dan kamu suka rendang, meskipun kamu tidak suka jengkol dan
aku biasa-biasa saja sama rendang. Tapi kita sering suap-suapan semur jengkol.
Kamu tidak kelihatan tidak menikmati jengkol masakanmu sendiri. Aku pun tetap
lahap menikmati rendang meskipun itu ya biasa-biasa saja. Kita menumbuhkan rasa
penerimaan yang luas dalam hati kita sebab rasa suka atau tidak suka tidak akan
abadi. Yang abadi adalah kenikmatan menikmati yang sedang kita nikmati tidak
peduli kita suka atau tidak suka. Kita tidak suka hujan, tapi mau tidak mau
kita harus menerima dan menikmati hujan itu sebab kita sedang di jalanan sambil
naik motor. Maka kita pun menikmati hujan.
Kita beruntung terlahir sebagai manusia sebab akan
mengalami ritual menikah meskipun menikahimu pun entah pantas disebut
keberuntungan atau tidak. Kita menikah bukan lantaran suka atau tidak suka. Itu
terlalu rendahan. Kita menikah lantaran kita sama-sama sadar bahwa kita adalah
kanibal. Kita senantiasa bisa menikmati satu sama lain terlepas kita suka atau
tidak. Kita sudah tidak lagi kanak-kanak yang marah jika mendapatkan sesuatu
yang bukan yang kita sukai. Kita sudah mampu meluaskan hati satu sama lain agar
dapat menerima dan menikmati apapun tidak peduli kita suka ataupun tidak suka.
Kita menikah sejak setahun lalu. Kita tahu satu
sama lain bahwa kita bahagia dengan apa yang kita suka ataupun kita tidak suka
namun tetap dapat nemerima dan menikmatinya sebagaimana kita menyukai semuanya.
Sampai akhirnya kamu mendadak meninggalkanku sendiri dengan alasan sudah tidak
mampu lagi menerima dan menikmati yang kamu tidak suka. Dahulu aku pikir kamu menikahiku lantaran
kamu suka meskipun alasan suka atau tidak suka sudah tidak kita pikirkan lagi
selama kita dapat menikmatinya. Dahulu kita sama-sama menjalani hidup kita
dengan bahagia saja meskipun aku tahu kamu tidak suka hidup susah dan aku tidak
suka hidup hura-hura namun kita tetap menikmati semuanya dalam pasang surutnya
hidup.
Dahulu di pelataran kampus setiap jam tiga sore
kita sering berjumpa untuk menumpahkan perasaan satu sama lain terlepas itu menyenangkan
ataupun tidak menyenangkan. Aku tidak tahu saat itu aku suka atau tidak suka
sebab aku telah menerima dan menikmati semuanya sebagaimana aku menikmati apa
yang aku suka dengan penuh kenikmatan. Aku juga tidak tahu apakah kamu suka
atau tidak suka ketika aku menumpahkan perasaanku karena mungkin kamu juga
telah mampu menerima dan menikmati semuanya tidak peduli kamu suka atau tidak
suka. Kita sama-sama berjiwa kanibal yang mampu menikmati apapun satu sama lain
tanpa peduli suka atau tidak suka sebab jiwa kita telah seluas samudera yang
akan menampung semuanya dengan penuh bahagia.
Dahulu kita senantiasa bergandeng tangan di
sepanjang jalan kenangan sambil mengukuhkan hati pada penerimaan untuk
menikmati apapun yang kita suka maupun kita tidak suka selama kita memang bisa
saja untuk menikmatinya. Tapi itu dahulu, sebelum kamu mendadak meninggalkanku
sendiri setelah setahun pernikahan kita di terik terakhir di bulan september
tahun ini dengan kalimat sederhana yang menghancurkan, “Aku sudah tidak bisa menikmati
yang aku tidak suka. Aku tidak suka melihat diriku mampu menikmatimu meskipun
aku tahu aku sebenarnya tidak suka kamu, dan kamu menyangka aku suka sama kamu.
Aku juga tidak suka melihatmu menikmatiku tanpa kamu menyadari bahwa aku
sebenarnya tidak menyukaimu meskipun kita tetap bisa menikmati satu sama lain.
Aku akan pergi menikmati terik selanjutnya di pelukan kanibal lainnya yang akan
kunikmati sendirian.”
Ketika itu aku merasa semua yang pernah kamu
sampaikan kepadaku tertolak. Seketika aku menjadi tidak percaya sama sekali
dengan apa yang pernah kamu sampaikan termasuk kebenaran bahwa kita adalah
kanibal yang mampu menikmati apapun tanpa peduli kita suka ataupu tidak suka.
Semua karena kamu tidak suka pada dirimu sendiri yang mampu menikmatiku meskipun
kamu tidak suka.
“Kepada dirimu sendiri pun kamu tidak mampu
menikmati penikmatanmu terhadapku, apalagi kemungkinan yang dapat kamu hadirkan
bahwa kelak kamu akan dapat menikmati penikmatanmu di pelukan kanibal lainnya?
Tidak mungkinkah bahwa kepada kanibal manapun kamu akan menjumpai perasaan yang
sama? Tidak mungkinkah bahwa bayanganmu untuk dapat menikmati penikmatanmu akan
menjadi lebih buruk di pelukan kanibal lainnya?”
Kamu tetap melangkah pergi di terik terakhir bulan
september ini. Dari kejauhan kulihat jelas rambutmu berkibar diterpa angin dan
silau terik yang menjadikan rambutmu terlihat begitu pekat memantulkan
cahayanya menusuk mataku. Seketika itulah kamu hilang ketika kututup mataku
sambil menundukkan kepala karena disilaukan kibaran rambutmu.
Aku merasa hampa meski bisa kunikmati kehampaanku
senikmat menikmati perasaan megah lantaran keduanya sudah tidak lagi berbeda
buatku. Dahulu aku bisa menikmati apa yang aku tidak suka senikmat menikmati
apa yang aku suka. Dahulu aku bisa menikmatimu tanpa aku tahu aku menyukaimu
atau tidak menyukaimu. Kini aku pun masih sama meski dengan ketidakpercayaan
yang tinggi kepadamu. Aku masih bisa menikmati apapun yang aku tidak suka
senikmat apapun yang aku suka sebab semuanya tidak lagi ada bedanya buatku. Sekarang
aku mungkin bisa saja memilih untuk menikmati lelaki meskipun aku sendiri tidak
tahu akankah senikmat menikmatimu dahulu. Aku juga tetap bisa saja menikmati
kehampaanku tanpa kamu meskipun banyak pilihan untuk menikmati lelaki daripada
memikirkanmu. Tapi bukankah aku bebas menikmati apapun termasuk menikmati
kesendirianku tanpa kamu?
Terik ke terik, aku tetap menikmati apapun
senikmat aku menyukainya sekalipun aku entah menyukainya ataupun tidak
menyukainya. Sebab aku tahu keluasan jiwa kita, yang kanibal, yang dapat
menikmati satu sama lain terhadap hidangan diri kita sendiri sebagai hal nikmat
yang tidak mengganjal hati sama sekali. Dahulu aku bisa menikahimu bukan
lantaran suka atau tidak suka. Tapi lantaran kita adalah kanibal yang mampu
menikmati satu sama lain. Selanjutnya akan selalu sama. Aku akan menikmati yang
lainnya, seperti dahulu aku menikmatimu. Tapi kini dengan lelaki, bukan lagi
perempuan.
“Ningsih, tahukah kamu bahwa sejak kamu tiada aku
pun merasa seperti telah tiada?” ucapku dalam hati. Aku tahu tidak mungkin kamu
bisa mendengar bisikanku sekalipun bisikan adalah suara yang paling abadi. Kamu
hanya akan mendengar getaran dari dadaku sebagai sesama perempuan yang pernah
saling menikmati di setiap malam yang penuh keringat di kamar kontrakan yang
membuat kita melayang dan tersengal.
Selesai.