kenapa donatedonut dihentikan?
panjang ceritanya.
****
Sekarang saya menyadari bahwa masalah latar belakang
kebudayaan antara kami (baca: saya dan pasangan) dengan mereka (baca: *****)
mempunya andil yang cukup besar, yang menjadikan ini semua harus terjadi.
Mereka terlahir dalam gelimang harta, sehingga "kepantasan" bagi
mereka, ternyata jauh berbeda dengan kami. Hal yang bagi kami biasa saja,
ternyata bagi mereka sangat tidak pantas. Klise, ya.
Baiklah kalau ini masih membingungkan. Contoh
kasusnya, misalnya ialah, soal berbasa-basi (busuk?). Dalam keseharian kami
yang terlahir pada awal 90-an, saya mengenal bahwa dalam komunikasi selalu ada
yang namanya basa-basi. Pasangan saya yang terlahir pada pertengahan 90-an,
malah sama sekali tidak "engeh" bahwa ternyata ada banyak basa-basi
di dunia ini. Saya tahu bahwa kalimat ini-itu yang diucapkan orang-orang adalah
basa-basi belaka, sementara pasangan nggak tahu bahwa "oh ternyata itu
semua cuma basa-basi, to?"
Itulah yang terjadi. Mereka terlalu banyak
berbasa-basi (busuk?) dengan kami. Sementara, saya tidak suka basa-basi,
sedangkan pasangan saya malah tidak "engeh" dengan basa-basi. Dan
bukan itu saja, barangkali banyak pihak lain yang merasakan hal serupa: bahwa
basa-basi (busuk?) itu merugikan satu pihak.
1: Mau ke mana, Jeng?
2: Ke jogja, (((dedek mau ikut?)))
Dedeknya jadi tantrum!
1: Sudah sore, Neng, yok pulang dulu, besok kan bisa
main lagi.
2: Nggak mau!!
3: Iya, ya, Neng, (((kan bisa nginep di sini, ya.)))
1: Kan besok sekolah?
3: (((Tinggal suruh nginep aja, kok.)))
Eneng jadi nangis dan melawan, orangtua si Eneng
merasa ada yang bergemuruh di dadanya!!
Barangkali apabila mereka berbasa-basi dengan pihak
yang mengerti dan suka basa-basi juga, tidak akan terjadi hal-hal di atas.
Masalahnya adalah kami tidak suka bahkan tidak tahu basa-basi. Jadi ketika ada
tawaran, "Eh, ada temennya Kakak, sini ajak makan dulu," ya kami
beneran makan kalau pas memang lagi lapar. Kalau anak kami digoda, "Yuk,
Eneng ikut tante ke Mall," ya kami beneran nyiapin Eneng buat ikut
tantenya kalau memang Eneng jadi kepengin ikut gara-gara digoda.
****
Donatedonut lahir akhir 2019. Pada awal 2020,
beberapa hari sebelum pandemi, kami tinggal di Purwokerto. Akhir 2020, kami
tinggal di Purbalingga. Akhir 2021, kami memutuskan (secara sadar dan
meyakinkan) untuk hidup di Purwokerto saja. Tapi bukan perpindahan
bolak-baliknya ini yang akan kami uraikan. Mohon maaf!!
****
Namanya usaha baru merintis, semua hitung-hitungan
modal, keperluan produksi, makan, tentu harus ditekan di sana-sini. Dan,....
(((Oh iya, ada yang terlewat. Selain latar belakang kebudayaan perihal
basa-basi, "kepantasan" lain yang jadi masalah adalah soal gaya
hidup.))) Gaya hidup mereka terlalu hedon untuk saya yang cuma remah-remah, dan
usaha masih rintisan.
Alhamdulillah usaha semakin berkembang, pelanggan
semakin banyak. Pemasukan bulanan, menurut hitungan kami, bisa mencapai 6-8
juta rupiah. Tapi ya karena ada perselisihan soal "kepantasan" itu,
tetap saja kurang. Persoalan makan, setiap harinya pasangan saya selalu kasih,
meskipun cuma 50-70rb, buat semuanya. Tapi apa yang dimasak? Ternyata yang anak
kami tidak bisa makan, kadang yang pasangan tidak doyan juga. Akhirnya ya tetep
belanja lagi untuk makan anak, kan?
[Pada periode ini, alhamdulillah tagihan paylater
masih bisa terbayar lancar. Ya karena memang omset lagi tinggi terus:
alhamdulillah.]
Oh iya, pada periode ini, kami menggunakan ruko
kepunyaan mereka untuk produksi dan jualan. Awalnya kami berharap mau bikin ini
dan itu, sudah dirancang matang, tapi ya harus gagal pada akhirnya.
Persoalannya adalah: tidak pantas masa bikin usaha mau pakai kursi platik, masa
bukan pakai pintu rolling dor, masa cuma begini, masa cuma begitu. Padahal kan
namanya usaha masih periode pengembangan ya? Walhasil kita pakailah ruko
sebelahnya untuk mendisplay usaha kami. Kami buka pagi sekali, habis shubuh
langsung kami buka. Etalase kami geser-geser, ganti posisi, biar makin
kelihatan dari jalanan. Tapi ya itu, katanya tidak pantas.
Usut-punya-usut, ternyata pasangan saya dibisikin
untuk ambil KUR. Maksud sebenarnya adalah mereka maunya uangnya dipakai buat
memperbagus ruko, dipasangin rolling dor, dlsb. Tapi yang terjadi, kami
menggunakan uangnya untuk nambahin modal, beli tenda untuk jualan, rekrut
karyawan, melebarkan jangkauan kirim, dlsb. Apa yang terjadi, kami dicibir.
"Harusnya, kan, ngerti!!," katanya.
[Kenapa sih orang tua nggak suka ngomong
terang-terangan saja? Basa-basi busuk melulu dibayakin! Kode-kode melulu,
berharap orang lain paham!!]
[Periode ini alhamdulillah paylater dan kur masih
lancar]
Ya namanya usaha dicibirin melulu, ya. Kalau bertemu
orang-orang, bilangnya kami nggak kerja/atau belum kerja. Padahal kan setiap
hari kami kerja, nggak pernah ada liburnya. Mungkin jadi nggak berkah karena
nggak ada dukungan mereka kali ya.
Omset mulai melambat, paylater meningkat. Lupa buat
apa, tapi seingat kami buat nambahin modal. Kami nggak pernah hutang selain
buat modal. Bahkan hp pun itu masuk kategori modal, soalnya kami nggak punya hp
pribadi. Hp kami cuma 1, dan itu milik donatedonut.
Hal ini berlanjut sampai akhir 2021 kami memutuskan
tinggal di Purwokerto. Hutang paylater meningkat dan kur yang harus terus
diangsur, mengharuskan salah satu dari kami harus kerja. Tapi kalau salah satu
kerja, penjualan kami pasti nggak optimal. Maka untuk mengantisipasi itu, ide
yang muncul adalah ambil hutang barang 5 atau 6 juta untuk menutup tagihan
sebelumnya. Eh, nasib berkata lain, kerjaan nggak lancar, usaha menurun, hutang
meningkat. Alhamdulillah.
[Pada periode inilah, paylater dan hutang lainnya
kian menumpuk]
****
Persoalan basa-basi busuk sebenarnya agak bisa
dihubungkan dengan keengganan kami membiarkan Eneng tinggal bersama mereka.
1. Kami tidak yakin bahwa ucapan mereka itu
sungguhan. Jangan-jangan cuma basa-basi. Di depan tampak ramah, tapi di
belakang nggerundel (?)
2. Soal latar belakang kebudayaan, terkait gaya
hidup, kami tidak mau Eneng jadi kayak mereka. Ini yang lebih penting
sebenarnya!
****
Semakin lama, awal 2023, kami berdua memutuskan
untuk bekerja dua-duanya, untuk menghentikan himpitan hutang, untuk memulai
awal baru, dan alhamdulillah dua-duanya diterima kerja. Eneng di Purwokerto
dengan pihak yang menurut kami tulus.
Setulus apa?
1. Dia yang menyediakan rumah tinggal untuk kami di
Purwokerto
2. Dia yang selalu menyediakan bahan pangan, bahkan
yang harus kami bawa ke Purbalingga apabila berkunjung
3. Dia yang menyediankan kendaraan untuk kami
berangkat bekerja. Sampai dibelikan segala!!
4. Oh iya, dia yang selalu sedia memberikan pinjaman
kalau kami kehabisan dana, sejak sedari awal memulai usaha hingga kini.
****
Kini, karena kami ingin menghentikan himpitan
hutang, dan karena tiada bantuan selain dari Allah Swt, diri sendiri, dan
eyangnya Eneng yang tulusnya luar biasa, kami memutuskan menghentikan sementara
donatedonut. Dan agar misi tercapai, untuk menghentikan gap kebudayaan yang
menyiksa, kami pun membatasi komunikasi dengan mereka.
Duh, maafkan kami, ya Allah!
****